MERGER : Pengertian, Motif, Tujuan, Klasifikasi, Jenis, Alasan Merger
Pengertian Merger
Merger didefinisikan oleh Pringle dan Harris sebagai berikut: "Merger is a
combination of two or more firm in which one company survives under its own
name while any others cease to exit as legal entities." Jadi pada dasarnya
merger adalah suatu keputusan untuk menggabungkan dan mengkombinasikan dua
atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru.
Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang
menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru.
Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena masing-masing
pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek permodalan maupun
aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang
baru tersebut.
Merger dilakukan oleh perusahaan-perusahaan untuk mencapai sasaran strategis
dan sasaran financial tertentu. Proses merger melibatkan penggabungan dua atau
lebih organisasi perusahaan yang berbeda dari segi karakter perusahaan,
budaya, sistem serta nilainya. Pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan
untuk melakukan proses perusahaan adalah para pemegang saham, manager,
karyawan dan konsumen.
Merger merupakan salah satu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan yang
juga merupakan alternatif lain untuk investasi modal pertumbuhan secara
eksternal. Dalam merger, perusahaan-perusahaan menggabungkan dan membagi
sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama. Para pemegang saham
dari perusahaan-perusahaan yang bergabung biasanya tetap berposisi sebagai
pemilik bersama atas ekuitas perusahaan yang di gabungkan.
Motif dan Alasan Melakukan Merger (Akuisisi)
Menurut Suad Husnan (1998 hal 72), merger adalah penggabungan usaha. Motif
dilakukannya merger adalah memperoleh sinergi yang di ukur dari incremental
cash flow. Peningkatan cash flow dihasilkan dari peningkatan pendapatan,
penurunan biaya, pemenuhan kebutuhan modal, penghematan pajak dan penurunan
biaya modal. Pengukuran keberhasilan sinergi dilihat berdasarkan konsep NPV,
karena termasuk evaluasi keputusan investasi yaitu membentuk suatu kegiatan
yang bersifat baru atau kombinasi beberapa unit.
Motif dari merger ini bermacam-macam. Menurut Pringle & Harris (1987),
motif merger meliputi sekitar 11 aspek, yakni:
- cost saving,
- monopoly power,
- auditing bankruptcy,
- tax consideration,
- retirement planning,
- diversification,
- increased debt capacity,
- undervalued assets,
- manipulating earning’s per share,
- management desires, dan
- eplacing inefficient management.
Dengan demikian, motif perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger sebenarnya
didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan dalam rangka memenangkan persaingan
dalam bisnis yang semakin kompetitif. Cost saving dapat dicapai karena dua
atau lebih perusahaan yang memiliki kekuatan berbeda melakukan penggabungan,
sehingga mereka dapat meningkatkan nilai perusahaan secara bersama-sama.
Motif lain dilakukannya merger adalah monopoli power. Suatu perusahaan besar
melakukan merger dengan perusahaan yang level bisnisnya lebih kecil atau
setara akan memberikan kesan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan
lebih, baik dalam aset maupun dalam managerial skill-nya.
Dengan melakukan merger, maka kemampuan aset semakin besar, dengan begitu ia
akan mampu melakukan operasi pada skala yang lebih ekonomis. Konsekuensinya,
perusahaan hasil merger tersebut dapat menurunkan cost per unitnya, sehingga
harga jual barang atau jasa per unit dapat ditekan lebih rendah. Kondisi ini
pada gilirannya dapat menambah pangsa pasar (market share) dan menjadi market
leader dalam industri dimana perusahaan tersebut berada.
Merger juga dimaksudkan untuk menghindarkan perusahaan dari risiko bangkrut,
dimana kondisi salah satu atau kedua perusahaan yang ingin bergabung sedang
dalam ancaman bangkrut. Penyebabnya bisa karena missmanagement atau karena
faktor-faktor lain seperti kehilangan pasar, keusangan teknologi dan/atau
kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Melalui merger, kedua
perusahaan tersebut akan bersama menciptakan strategi baru untuk menghindari
risiko bangkrut.
Merger juga dilakukan dengan maksud untuk memanfaatkan insentif tax yang
diberikan karena adanya kebijakan baru di bidang perpajakan yang dikeluarkan
pemerintah. Misalnya, ada produk tertentu yang oleh undang-undang perpajakan
atau peraturan perpajakan dibebankan dari tax untuk mendorong perkembangan
produksi tersebut. Perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang/jasa tersebut
dapat menjadi incaran perusahaan besar untuk merger dengan motif memanfaatkan
fasilitas perpajakan tersebut.
Motif lain dari merger adalah diversifikasi. Pada dasarnya diversifikasi
dimaksudkan untuk meminimalkan risiko. Apabila dua atau lebih perusahaan yang
berada dalam satu jalur bisnis yang sama melakukan merger, maka sebuah
perusahaan baru hasil merger tersebut akan memiliki aneka ragam produk.
Mekanisme diversifikasi ini berarti juga membagi risiko perusahaan untuk
dipikul oleh jenis produk yang makin banyak, jadi dapat meminimumkan risiko.
Dengan demikian, penghasilan yang diharapkan (expected yield) bisa lebih
besar.
Merger juga dimaksudkan untuk mengarahkan perusahaan beroperasi secara
efisien. Bahkan motif ini sering dijadikan indikator utama (major indicator)
dari sebuah kebijaksanaan merger. Beberapa praktisi bisnis berpendapat bahwa
kebijaksanaan merger dapat dikatakan berhasil apabila merger tersebut dapat
paling sedikit menghasilkan apa yang disebut sinergitik (sinergy) baru, dalam
arti penggabungan dua perusahaan atau lebih tersebut, bukan hanya menghasilkan
penjumlahan seperti pada merger konglomerasi melainkan akan menghasilkan suatu
matematika baru,4 dimana laba yang dicapai akan jauh lebih besar dibanding
laba yang dicapai secara sendiri-sendiri ketika sebelum melakukan merger.
Kondisi ini tentu akan menaikkan tingkat efisiensi, karena pada dasarnya
operaing sinergy dapat meningkatkan economy of scale, sehingga berbagai sumber
daya yang ada dapat saling melengkapi, dan koordinasi yang lebih baik antar
berbagai tahap produksi.
Perusahaan mengambil kebijakan untuk merger atau mengakuisisi perusahaan
lain didasarkan pada berbagai alasan atau motif. Motif utama di balik merger
perseroan menurut Eugene F. Brigham dan Houston (2014) yaitu:
Sinergi
Mempertimbangkan pajak
Pertimbangan pajak dapat mendorong dilakukannya merger. Misalnya, perusahaan
yang mempunyai profit tinggi dan otomatis mempunyai pajak pendapatan yang
tinggi dapat melakukan merger perusahaan yang memiliki kerugian yang besar.
Kerugian tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan tidak ditahan untuk
digunakan dimasa depan karena merger juga dapat dipilih sebagai cara untuk
meminimalkan pajak.
Pembelian aktiva di bawah biaya pengganti
Perusahaan di akuisisi karena nilai pengganti (replacement value) aktivanya
jauh lebih tinggi daripada nilai pasar perusahaan itu sendiri. Nilai
sebenarnya dari setiap perusahaan adalah fungsi daya untuk menghasilkan laba
masa depannya, bukan biaya untuk mengganti aktivanya. Jadi akuisisi harus
berdasarkan nilai ekonomi dari aktiva yang diakuisisi bukan atas biaya
penggantinya.
Diversifikasi
Manajer berpendapat bahwa diversifikasi menstabilkan laba perusahaan sehingga
bermanfaat bagi pemiliknya. Akan tetapi pada perusahaan milik keluarga
biasanya pemilik tidak mau menjual sebagian sahamyang dimilikinya untuk
melakukan diversifikasi karena akan memperkecil kepemilikan dan mengakibatkan
kewajiban pajak yang besar atas keuntungan modal. Jadi merger dapat menjadi
jalan terbaik untuk melakukan diversifikasi produk.
Insentif Pribadi Manajer
Beberapa keputusan bisnis banyak didasarkan pada motivasi pribadi daripada
analisis ekonomi. Tidak ada manajemen perusahaan yang akan mengakui bahwa
egonya merupakan alasan utama dibalik suatu merger, akan tetapi ego memegang
peranan penting dalam banyak merger.
Nilai pecahan
Para analis data bisa mengestimasi nilai pemecahan suatu perusahaan, yang
merupakan nilai masing-masing bagian dari perusahaan jika dijual secara
terpisah. Jika nilai itu lebih tinggi dari nilai pasar berjalan perusahaan,
maka manajemen suatu perusahaan bisa melakukan pengambil alihan serta bisa
juga mengakuisisi perusahaan itu pada atau bahkan diatas nilai pasar
berjalannya, dijual secara terpisah-pisah dan menghasilkan laba yang besar.
Tujuan Merger
Tujuan umum perusahaan melakukan merger dengan perusahaan lain antara lain
untuk meningkatkan pangsa pasar dan nilai tambah melalui upaya penciptaan
efisiensi yang lebih baik, meningkatkan sinergi operasional, sinergi keuangan,
strategic realignment, dan bagi bank publik adalah adanya alasan q-ratio.
Q-ratio adalah perbandingan kapitalisasi saham perusahaan dengan nilai
perolehan (replacement cost) aktiva perusahaan. Perusahaan dengan q-ratio di
atas satu menunjukkan bahwa manajemen perusahaan tersebut superior. Perusahaan
hanya akan mengambil alih perusahaan lain, jika marginal q-ratio di atas satu.
Artinya, nilai kapitalisasi saham perusahaan setelah digabung akan lebih
tinggi dari pada biaya perolehannya. Dengan demikian, merger tidak akan
terjadi jika angka q-ratio setelah merger lebih rendah dari pada angka sebelum
merger. Nilai tambah dalam proses merger sering dituliskan dengan simbol 1 + 1
= 3.
Berdasarkan tujuan merger di atas, jelas bahwa merger tidak hanya dibutuhkan
oleh bank yang tidak sehat, namun justru sesama bank sehatpun perlu
mempertimbangkan merger.
Klasifikasi Merger
Klasifikasi Merger Menurut Weston B Bringham
Para ekonom membagi merger kedalam empat kelompok, yaitu (Weston B Bringham,
199,pp : 391)
Merger Horizontal
Merger Horizontal adalah penggabungan dua perusahaan yang memproduksi jenis
produk atau jasa yang sama sehingga akan semakin mengurangi pesaing di
pasar, karena pesaing yang semula dianggap "musuh" berubah menjadi
"partner".
Merger Vertikal
Merger Vertikal adalah penggabungan dua perusahaan antara industri hulu
dengan industri hilir sehingga akan terjadi efisiensi baik dalam pembelian
bahan baku maupun dalam pendistribusian produk.
Merger Kongenerik
Merger Kongenerik adalah penggabungan perusahaan yang bergerak pada industi
umum yang sama, tetapi tidak ada hubungan pelanggan dan pemasok di antara
keduannya.
Merger Konglomerat
Merger Konglomerat adalah penggabungan perusahaan dari industri yang
benar-benar berbeda, dengan maksud untuk lebih menguasai pasar karena
persaingan yang semakin ketat.
Klasifikasi Merger Menurut Moin
Moin (2003) mengklasifikasikan merger dan akuisisi berdasarkan aktifitas
ekonomiknya menjadi lima tipe:
Merger horizontal
Merger antara dua atau lebih perusahaan yang masuk di dalam industri yang
sama saat belum terjadi merger dan akuisisi perusahaan perusahaan tersebut
bersaing satu sama lain di dalam satu industri yang sama.
Merger vertikal
Integrasi yang melibatkan perusahaan yang bergerak dalam tahapan
prosesproduksi atau operasi, merger vertikal ini dilakukan jika perusahaan
berada di industri hulu menuju hilir atau sebaliknya. Merger vertikal
biasanya dilakukan untuk mengintegrasikan usaha terhadap pemasok dan
pengguna produk demi stabilisasi pasokan dan pengguna.
Merger konglomerat
Merger dua atau lebih perusahaan yang sama sekali berbeda industrinya.
Merger ini dilakukan biasanya oleh perusahaan yang lebih besar terhadap
perusahan perusahaan kecil. Tujuan dari merger ini dalah untuk perluasan
usaha mereka agar tidak hanya di satu bdang industri dan tentunya
mendapatkan income tambahan.
Merger ekstensi pasar
Merger yang dilakukan dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama
memperluas area pasar. Merger ini bertujuan untuk menambah pasar yang belum
terjamah oleh perusahaan tersebut biasanya perusahaan luar melakukan merger
ini dengan perusahaan lokal agar produk mereka lebih mudah dipasarkan oleh
perusahaan yang mereka akuisisi.
Merger ekstensi produk
Merger yang dilakukan oleh dua perusahaan untuk memperluas lini produk
masing-masing perusahaan sehingga perusahaan dapat menjangkau konsumen yang
lebih luas.
Jenis Merger
Dari sudut analisis keuangan ada dua jenis merger (Sigit Handoyo, 2004)
yaitu,
Merger Operasi
Merger Operasi adalah merger yang memadukan operasi dari
perusahaan-perusahaan yang bergabung dalam merger guna tercapainnya efek
sinerginya sehingga timbul efesiensi dalam proses produksi
Merger Keuangan
Merger Keuangan adalah merger yang tidak menyatukan unit operasi
perusahaan-perusahaan yang bergabung sehingga dari merger tersebut di
harapkan adanya manfaat operasional tetapi perbaikan struktur financial.
Konsep Nilai Tambah dalam Merger
Merger diharapkan menciptakan "nilai tambah". Kehadiran Nilai Tambah merupakan
indikasi ada tidaknya ‘pertumbuhan” dari peristiwa merger. Nilai tambah harus
memiliki tolak ukur yang jelas. Sedapat mungkin Nilai Tambah diukur secara
kuantitatif sehingga dapat di perbandingkan dengan sebelum merger.
Masing-masing elemen perusahaan memiliki definisi yang berbeda tentang konsep
nilai tambah ini. Para eksekutif perusahaan memandang dari sisi peningkatan
kapabilitas manajerial dan skill mereka. Pemegang saham mendefinisikannya dari
adanya peningkatan laba per lembar saham. Para pekerja mendefinisikan nilai
tambah melalui peningkatan kesejahteraan dan peningkatan produktifitas.
Walaupun masing-masing mendefinisikannya secara berbeda, namun pada
perinsipnya ada satu tema yang ingin tercipta yaitu tercapainya suatu
kondisi yang lebih baik setelah merger. Denga demikian merger seharusnya
menciptakan tambahan nilai (add value). Moin (2003).