Landasan Teori Skripsi : Pengertian Limbah Pertanian
Limbah terdiri dari 3 bentuk yaitu cair, padat, dan gas. Limbah padat dapat
juga diartikan sampah yang jika dibiarkan akan menjadi masalah seperti
pencemaran lingkungan.
Wani et al. (2013) menyatakan pengelolaan
limbah padat saat ini menjadi permasalahan dunia yang semakin rumit seiring
bertambahnya populasi penduduk, industrialisasi, dan perubahan gaya hidup.
Sebenarnya
limbah padat ini apabila diolah dengan tepat akan memberikan keuntungan ganda,
di satu sisi limbah dapat diubah menjadi produk bernilai tambah dan disisi
lain dapat mengurangi dampak polusi.
Pengertian Limbah Pertanian
Menurut Nurhayati et al. (2011), limbah pertanian adalah sisa dari proses
produksi pertanian. Limbah pertanian antara lain dapat berupa jerami tanaman
pangan, limbah tanaman perkebunan, dan kotoran ternak. Limbah pertanian yang
mengalami proses pelapukan atau fermentasi secara alami maupun melalui bantuan
aktivator akan menghasilkan pupuk organik.
Sedangkan menurut
Winarno (1985), istilah limbah khususnya bagi hasil pertanian adalah bahan
yang merupakan buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh
hasil utama dan hasil samping.
Pencemaran Akibat Limbah Pertanian
Seperti yang telah diketahui bahwa limbah pertanian yang tidak dikelola
sebagaimana mestinya dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti air, tanah
dan udara, yang pada akhirnya akan dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Pencemaran
akibat limbah pertanian pada umumnya banyak disebabkan karena limbah
peternakan, bahan-bahan yang larut karena erosi dari daerah pertanian, zat-zat
hara pertanian seperti senyawa-senyawa fosfor dan nitrogen, garam-garam
anorganik dan mineral yang berasal dari irigasi, herbisida dan pestisida.
Pengelolaan Limbah Pertanian
Menurut Sindhu (2015), pengelolaan limbah pertanian merupakan bagian dari
siklus ekologi di mana semuanya bersinambungan dan dilakukan daur ulang
sedemikian rupa sehingga terjalin hubungan saling ketergantungan dalam sistem
tersebut.
Dengan adanya pengelolaan limbah, semua limbah hasil
pengolahan ditempatkan di tempat yang tepat dan waktu yang tepat untuk
pemanfaatan terbaik untuk mengkonversi menjadi produk yang berguna dan
berfungsi dalam pengendalian pencemaran.
Dalam pengolahan limbah
sering dipergunakan tangki atau bak kolam-kolam tempat penampungan
limbah-limbah sementara atau wadah sebagai proses tempat pengolahan maka
haruslah dapat diutarakan ukuran-ukuran tangki atau kolam pengolahan. Sebab
ukuran ini turut mempengaruhi lamanya limbah yang harus tinggal dalam tangki
agar terjadi proses perombakan limbah secara sempurna.
Dengan
perkataan lain kolam atau tangki harus memiliki nilai "Retention Time" yang
memenuhi syarat. Yaitu perbandingan besarnya debit limbah dengan volume kolam.
Besarnya nilai retention time tergantung pada kandungan zat pencemar, volume
limbah, dan debit limbah. Zat pencemar yang mempunyai konsentrasi tinggi
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya, agar prosesnya lebih
sempurna.
Debit limbah yang besar dengan volume tangki yang kecil akan membuat retention time semakin rendah. Retention time yang rendah mengakibatkan limbah hanya sementara waktu saja tinggal dalam tangki. Pada umumnya ukuran retention time tidak diberikan karena nilai ini bervariasi dan ada banyak faktor mempengaruhinya (Ginting,2007).
Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, limbah dapat diolah sedemikian rupa sehingga
menjadi barang yang bermanfaat dan menguntungkan secara ekonomis. Teknologi
yang dapat digunakan dalam penanganan masalah limbah antara lain adalah
pemanfaatan mikroorganisme sebagai upaya untuk mempercepat proses dekomposisi
limbah menjadi pupuk organik.
Pupuk organik merupakan pupuk yang
terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasikan secara organik. Sumber
bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti :
kotoran ternak, sampah rumah tangga non sintetis, limbah-limbah dan
makanan/minuman. Biasanya untuk membuat pupuk organik ini, ditambahkan larutan
mikroorganisme yang membantu mempercepat proses pendegradasian (Latifah et al.
; 2012).